Senin, 09 Desember 2013

berbakti kepada ortu

CUKUPLAH MENJADI ANAK YANG BERBAKTI KEPADA ORANG TUA



Hujan masih cukup deras ketika sore itu aku duduk-duduk berdua dengan ibuku. Kami berbincang-bincang panjang lebar. Tentang kuliahku, pekerjaanku, kegiatanku, cita-cita dan rencana masa depanku. Ibu sangat antusias mendengarkanku, kulihat pancaran raut bahagia dari wajahnya.
Awal Desember tahun lalu, sengaja kusempatkan pulang ke Jogja ditengah-tengah kesibukanku dan seabrek tugas-tugasku. Aku sangat merindukannya. Seminggu aku di rumah, namun belum cukup untuk mengobati kerinduanku yang sangat dalam padanya.
Kemudian, kudengar untaian nasehat-nasehat dari ibuku. Begitu tulus dan penuh pengharapan. InsyaAllah bu...mohon doanya selalu agar aku bisa menjadi seperti yang ibu harapkan. Yaitu menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua.
Ah ibu...kau tidak mengharapkanku menjadi orang yang sukses dan kaya raya. Kau tidak mencita-citakanku menjadi dokter, pengusaha, atau profesi lainnya yang dapat menghasilkan banyak uang. Tidak seperti kebanyakan orang tua jaman sekarang yang mengharapkan anak-anaknya bahagia dengan bergelimangan harta.
Sejenak kami terdiam. Hanyut dalam pikiran masing-masing. Entah apa yang sedang dipikirkan ibuku. Aku sendiri sedang memikirkan bagaimana kelak aku akan membahagiakan orang tuaku. Kemudian, mulai ibu menceritakan beberapa kisah kepadaku...
Kisah pertama, tentang seorang nenek yang sudah sangat tua renta. Mungkin usianya sudah lebih dari 80 tahun. Rumahnya tidak begitu jauh dari rumahku, kira-kira berjarak 100 meter. Nenek tua itu sebenarnya memiliki beberapa orang anak. Dua diantaranya tinggal di kampung sebelah. Semua anaknya sudah berkeluarga dan juga sudah mempunyai anak. Tapi nenek tua itu hanya tinggal sendirian di rumahnya. Sebuah rumah kecil yang sebenarnya lebih pantas disebut gubuk. Tinggal sendiri, masak sendiri, dan mengerjakan semua hal sendirian. Padahal nenek itu sudah sakit-sakitan. Ketika  gempa hebat meluluhlantakkan kotaku 7 tahun silam, nenek itu juga menjadi korban dan menderita luka yang cukup serius. Tubuhnya menjadi semakin lemah, ditambah lagi usianya yang semakin tua. Tapi begitu tega anak-anak dan cucu-cucunya membiarkannya hidup dan tinggal sendirian di rumahnya.
Suatu hari, ibuku melihat nenek tua itu sedang duduk dengan berselonjor kaki di sebuah pos ronda di kampung kami. Rambut putihnya terurai berantakan menutupi wajah dan kepalanya. Sambil membawa beberapa botol bekas air mineral, nenek itu mulai berjalan. Bukan....bukan berjalan dengan kedua kakinya. Tapi cara jalannya kini sudah ngesot karena tak mampu lagi berdiri.  Karena tak tega melihatnya, ibuku segera  mendatangi salah satu anaknya yang tinggal di kampung sebelah. Ibuku memberi tahu keadaan ibunya saat itu. Segera anaknya menjemput nenek tua itu, kemudian dibawa pulang kerumahnya, dibersihkan dan dimandikan. Tak lama setelah kejadian itu, sang nenek meninggal dunia.
Ibuku pun berpikir, “Apakah ketika ibu tua nanti ibu akan mengalami nasib sama seperti nenek tua yang malang itu?”
Kukatakan padanya, “Ibu masih punya aku yang akan selalu menjaga ibu. Yang selalu ingin melihat ibu bahagia. Tentu saja tak akan kubiarkan ibu mengalami seperti apa yang dialami nenek tua itu.”
Kisah kedua, tentang seorang ibu yang sudah cukup tua. Rumahnya tepat di belakang rumahku, hanya dibatasi sebuah jalan kampung yang tidak terlau lebar dan kebun kelapa yang tidak begitu luas. Kalau aku sedang berada di dapur dan kubuka pintu atau jendela, langsung aku bisa melihat rumahnya. Kadang kulihat ibu itu sedang duduk-duduk sendirian di depan rumahnya. Atau sedang berdiri berjalan-jalan di sekitar rumahnya, atau entah apa yang sedang dia lakukan.
Ibuku menceritakan keadaannya saat ini. .
Semua anak-anaknya sudah menikah dan tinggal dengan keluarganya masing-masing di daerah yang cukup jauh dari kampung kami. Hanya tinggal seorang anak laki-lakinya yang paling bungsu saja, yang walaupun sudah menikah dan punya anak namun tetap tinggal di kampung kami. Rumahnya tepat di samping rumah ibunya.  Pada awalnya mereka tinggal serumah. Tapi lama kelamaan, sang anak dan istrinya memutuskan untuk membagi rumah yang mereka tinggali menjadi dua. Dan sejak itu, sang ibu tinggal sendirian di salah satu bagian rumahnya. Semuanya kini menjadi masing-masing. Sang anak dan istrinya pun mulai kurang memperhatikan ibunya.
Karena sudah cukup tua dan tidak mempunyai penghasilan tetap karena memang tidak bekerja, dan anakpun sudah mengurangi perhatian kepadanya, ibu itu hanya mengandalkan sepetak sawah yang masih dimilikinya untuk menyambung hidup. Sawah yang dimilikinya disewakan kepada orang lain yang masih kuat untuk menggarapnya. Dan hasil panennya di bagi dua.
Lama-lama, anak dan menantunya seolah-olah sudah benar-benar lupa bahwa orang tua yang tinggal di samping rumah mereka adalah ibu mereka. Sang ibu punya uang atau tidak, ada makanan atau tidak, sepertinya sudah bukan urusan mereka lagi.
Suatu hari, sang menantu mengadakan acara dengan keluarganya. Semua keluarganya datang. Orang tua, paman, bibi dan saudara-saudaranya. Beraneka macam makanan telah disiapkan. Tapi si ibu tua itu tidak diundangnya.
“Sakit hati saya.” Kata ibu itu suatu ketika berbincang-bincang dengan ibuku.
“Dianggap apa saya ini?”
Tentu bukan karena tidak bisa ikut merasakan enaknya makanan yang dihidangkan di acara itu sang ibu bersedih.
Suatu ketika ibu itu sakit. Diare dan muntah-muntah hingga tubuhnya lemas. Tak ada kelihatan anak atau menantunya membantunya mencuci pakaian yang kotor karena sang ibu yang tak mampu menahan buang-buang air dan merasa sangat lemah untuk berjalan ke kamar mandi. Ketika ibuku menjenguknya, ibu itu meminta tolong kepada ibuku untuk membelikannya beberapa stel pakaian karena pakaiannya sudah habis dipakai dan belum mampu untuk mencuci karena masih merasa sangat lemah.
Setelah merasa lebih baik, ibu itu ingin makan daging ayam. Diberinya anaknya uang 20 ribu dan memintanya tolong untuk membelikannya daging ayam. Setelah berhari-hari, belum juga anaknya sempat untuk membelikan apa yang diinginkan ibunya. Ketika ibu itu menanyakan pesanannya, anaknya menjawab bahwa uang yang diberikan kepadanya dipakai untuk jajan cucu-cucunya. Akhirya karena tak lagi mempunyai uang, ibu itupun menahan keinginannya untuk makan ayam.
Menangis ibuku mendengarkan cerita ibu itu. Kembali beliau berkata, ““Apakah ketika ibu tua nanti ibu akan mengalami nasib sama seperti ibu  yang malang itu?”
“Jadilah anak yang berbakti kepada ibu dan ayahmu. Hanya itu yang ibu harapkan.”
InsyaAllah bu, aku akan berusaha menjadi anak yang berbakti kepada kalian berdua.
Allahummaghfirliy, waliwalidayya, warhamhuma kama robbayaniy shoghiro...Amin.
by :MEDI HERTION

mengatur keuangan

Cara Mengatur Keuangan Keluarga

”
(Pic Courtesy by Photobucket)
Keuangan keluarga bagi beberapa rekan sekalian mungkin bukan merupakan hal penting untuk dibicarakan manakala penghasilan suami istri per bulan berada dalam level belasan juta rupiah dan mungkin buat beberapa rekan lainnya lagi, keuangan keluarga mungkin merupakan hal yang tabu untuk didiskusikan. Tetapi walau keuangan keluarga bukan merupakan hal yang terpenting dalam keluarga, keuangan keluarga merupakan salah satu hal vital dalam sendi keluarga. Harus ada manajemen keuangan keluarga yang teratur dan tepat koordinasinya antara suami, istri dan anggota keluarga yang lain.

Berikut kami berikan solusi bijak manajemen keuangan keluarga dalam beberapa poin dibawah ini :

Mengatur mindset bersama dalam manajemen keuangan keluarga
Suami dan istri perlu kompak dalam keuangan keluarga. Satu sama lain harus meluangkan waktu untuk duduk bersama, bicarakan dari hati ke hati dan membuat catatan rinci mengenai keuangan keluarga. Ungkapkan semua dengan kesepahaman akan apa yang disukai dan yang tidak disukai. Berikan visi misi keuangan keluarga itu seperti apa. Tidak ada salahnya membaca buku manajemen keuangan keluarga dari beberapa sumber namun setelah dibaca, tetap harus dipahami & disusun kerangka manajemen keuangan keluarga kemudian, karena setiap keluarga memiliki struktur unik manajemen keuangan keluarga yang tidak sama satu sama lain.

Membuat daftar perkiraan pemasukan dan pengeluaran keuangan keluarga
Entah suami dan istri sama-sama bekerja ataukah hanya salah satu saja yang bekerja, penyusunan daftar perkiraan debet (pemasukan) dan perkiraan kredit (pengeluaran) akan membantu memberi wawasan kepada suami / istri yang menyusun laporan keuangan keluarga, akankah keuangan keluarga dapat tertutupin setiap bulannya atau tidak. Dasar pemikiran dari poin debet dan kredit ini akan membantu suami istri untuk menuju kepada poin berikutnya.

Membuat daftar kebutuhan keuangan keluarga secara berjenjang
Suami istri harus dengan jiwa besar mengungkapkan dan membicarakan apa yang sebenarnya merupakan “kebutuhan penting” ; “kebutuhan yang bisa ditunda” ; “keinginan pribadi” dan daftar lainnya sesuai kesepakatan bersama. Buat perkiraan dana / alokasi nilai uang dalam setiap daftar tersebut dan selalu cross check ulang setiap bulannya apakah alokasi tersebut sudah benar / masih harus disesuaikan / mungkin salah besar. Evaluasi rutin merupakan keharusan & tanggung jawab bersama.

Menyusun jurnal keuangan keluarga secara rutin
Dalam poin ini, meski suami dan istri bukan berasal dari bidang keuangan / akuntansi, jurnal keuangan keluarga dapat dikerjakan dengan sederhana dengan hanya memakai buku dan alat tulis sederhana. Yang terpenting adalah disiplin, teratur dan teliti dalam setiap kali transaksi belanja, bukti struk pembelian / apapun yang terkait dengan keuangan keluarga harus disimpan, diberikan tanda dan tanggal transaksi. Istri secara umum biasanya lebih teliti dan teratur dalam administrasi keuangan keluarga namun tidak menutup kemungkinan bila sang suami yang mengerjakan. Secara sederhana, harus ada kolom tanggal, kolom keterangan, kolom debet dan kredit untuk kemudian diperiksa setiap akhir bulan / awal bulan berikutnya.

Link ColliderHindari mental konsumtif, impulsif dan semau gue serta menumbuhkan mental hemat
Jaman modern merangsang orang lebih konsumtif karena semua retail store dan perusahaan berlomba untuk meraih pasar. Rangsangan dalam bentuk discount, penawaran menarik, paket liburan dan sebagainya diberikan agar orang makin gila berbelanja. Problemnya kalau kita semua tidak berhati-hati, dengan mengiyakan semua penawaran dengan tidak berpikir jernih (impulsif) dan santai menghadapi seakan tidak mungkin ada masalah di belakang (semau gue) saja, jangan terkejut bila keuangan keluarga kita akan menghadapi masalah cepat / lambat. Mental berhemat bukan mental kikir karena berhemat merupakan mental untuk alokasi dana buat kebutuhan secara tepat guna sedangkan kikir cenderung melakukan berbagai cara agar tidak keluar uang tanpa memikirkan efek samping.

Menumbuhkan mental menabung dan berinvestasi
Segi ekonomi akan selalu berfluktuasi dengan adanya inflasi per tahun, belum kondisi politik, hukum dan kemasyrakatan yang dinamis akan selalu mempengaruhi kondisi ekonomi setiap harinya. Roda kehidupan selalu berputar seperti pepatah “Suatu hari kita berada diatas, suatu hari dapat turun kebawah”. Menabung dan berinvestasi akan membantu meningkatkan cadangan keuangan keluarga di masa mendatang tanpa kita sadari. Jangan pernah menganggap remeh uang sekecil apapun yang kita tabung. Kita tidak akan pernah dapat menduga bila uang sekecil itu bila ditabung dengan rutin akan sangat membantu cadangan keuangan keluarga di masa mendatang. Pilih investasi (mungkin dalam bentuk asuransi jiwa, tabungan pensiun dan pendidikan anak) yang aman, yang bonafide dan yang sudah terukur akan kredibiltasnya selama minim 10 tahun keatas. Jangan tergoda dengan rayuan bunga besar dan penawaran yang tidak masuk akal demi menghindari kita semua terhadap bahaya penipuan investasi palsu.

Selalu siap sedia untuk kejutan keuangan keluarga yang tidak terduga
Dunia tidak berjalan seperti adanya sekarang tanpa ada hal-hal yang tidak terduga. Adanya masa duka seperti kematian, sakit penyakit, kecelakaan dan hal buruk lainnya dapat terjadi kepada kita kapan dan dimana saja tanpa diskriminasi meski suami istri sudah berbuat dan berharap sebaik mungkin tanpa mengharap ada masalah. Poin ini harus disikapi dengan mindset ketika semuanya berjalan baik, selalu siap sedia dengan cadangan tabungan untuk mencegah kebangkrutan keuangan keluarga. Tidak ada salahnya suami istri dan anak memiliki asuransi jiwa dan tabungan pendidikan agar keuangan keluarga dapat bertahan terhadap badai.

Menyusun rencana jangka panjang secara dinamis untuk persiapan hari depan
Dalam kondisi prima, suami istri harus memiliki rencana ke depan di hari tua akan apa yang dapat mereka inginkan. Semua ingin hal baik dalam masa tua tetapi harus diingat, hanya mengandalkan kebaikan dari Tuhan Yang Maha Kuasa saja merupakan hal yang tidak bijak. Tuhan Yang Maha Kuasa sudah memberikan anugrah kesehatan, kepandaian dan hikmat, maka lakukanlah itu dengan kesungguhan, niscaya kita semua juga yang akan menerima buah hasil kerja keras kita di masa mendatang.

Demikian beberapa poin yang sekiranya dapat menjadi solusi bijak untuk mengatur keuangan keluarga kita semua. Tidak ada rumus baku yang pasti akan berjalan 100% tepat dalam pengaturan keuangan keluarga namun kita dapat melakukan garis besarnya dan berharap hal yang terbaik akan selalu datang dalam rumah tangga rekan sekalian. Salam sukses selalu!
by :Medi hertion